Sejarah Flat Shoes merupakan proses perkembangan sepatu yang sangat panjang dalam fungsi dasarnya sebagai alas kaki, status sosial sampai menjadi perangkat fashion.
Sejarah flat shoes atau sepatu hak datar dimulai ketika manusia berjalan dan telapak kakinya tertusuk benda tajam, entah berapa ribu tahun yang lalu dan di dunia bagian mana. Sejak saat itu sepatu menjadi bagian mutlak dari kebutuhan manusia, meskipun sekarang manusia sudah berjalan di atas lantai keramik atau karpet. Sejarah sepatu juga identik dengan sejarah flat shoes, karena jenis sepatu yang menggunakan hak baru dipakai setelah memasuki tahun Masehi.
Dalam sejarahnya selama berabad-abad model sepatu flat tidak mengalami perubahan secara signifikan. Selain selalu terbuka kemungkinan ditemukannya sepatu flat yang berusia lebih tua dari Areni-1, di masa depan juga tersedia ruang tak terbatas untuk pengembangan model, style dan aplikasinya. Selama berabad-abad pula popularitas sepatu flat mengalami pasang surut, sehingga lebih mudah dipahami jika sejarah sepatu flat shoes dibagi menjadi beberapa periode.
Bagaimana sejarah flat shoes sejak 5.500 tahun yang lalu hingga prediksinya di masa depan ?
Membagi sejarah flat shoes menjadi beberapa periode berdasarkan kurun waktu dan perkembangannya (meskipun hal ini belum pernah dilakukan) setidaknya akan bisa memberikan gambaran yang lebih sederhana untuk memahami eksistensi sepatu flat sebagai bagian dari sejarah umat manusia.
Tahun 3.500 SM yakni dimulainya sejarah sepatu bisa berubah sesuai dengan penemuan arkeologi terbaru. Jika sebelumnya sejarah mencatat bahwa sepatu pertama mulai diciptakan sekitar tahun 1600-1200 SM di Mesopotamia, ternyata fakta sejarah itu harus dikoreksi setelah pada September 1991 ditemukan sepatu Otzi di Ötztal, Alpen. Sepatu tersebut sudah digunakan sekitar tahun 3.300 SM.
Hanya selang beberapa tahun kemudian, yakni pada tahun 2008 sebuah penggalian arkeologi di Armenia menemukan Areni-1 yang berdasarkan uji radiokarbon ternyata sepatu kulit tersebut sudah digunakan pada tahun 3.500 SM, lebih awal 200 tahun dari Otzi. Untuk saat ini, penemuan Areni-1 ini menjadi tonggak dimulainya sejarah sepatu flat dalam kurun waktu sampai awal Tahun Masehi.
Memasuki tahun Masehi perkembangan sepatu flat tidak lagi hanya ditentukan oleh fungsinya sebagai alas kaki, tetapi juga aspek status sosial penggunanya. Perkembangan teknologi yang menghasilkan penemuan material baru untuk bahan sepatu juga sudah mulai memberikan kontribusi terhadap model flat.
Tetapi sampai akhir abad 15, bahan yang digunakan untuk sepatu flat di berbagai bangsa di dunia masih tetap didominasi oleh kulit hewan. Meskipun demikian, kulit tersebut berasal dari hewan yang berbeda-beda dan juga melalui proses pengolahan yang berbeda sesuai dengan tingkat kemajuan teknologi masing-masing bangsa.
Chopine yang dipulerkan oleh Catherine de Medici pada tahun 1533 mematahkan dominasi sepatu flat. |
Batasan periode sejarah flat shoes sampai pada abad 15, karena pada tahun 1533 Catherine de Medici meninggikan tumit sepatu agar tampil lebih cantik dalam upacara pernikahannya dengan Henri Duke of Orleans. Pasalnya, dalam ukuran wanita Eropa, tubuh Catherine terbilang kecil dan pendek. Tetapi sebagai tokoh yang menjadi panutan kaum wanita bangsawan, sepatu hak tinggi Catherine de Medici yang kemudian terkenal dengan nama Chopine tersebut langsung menjadi trend yang diikuti kalangan kerajaan dan keluarga bangsawan Perancis.
Kemudian trend itu meluas ke negara-negara sekitarnya terutama di kalangan kerajaan dan bangsawan. Kehadiran sepatu berhak tinggi ini mendapat respon bukan semata-mata aspek fashionnya, lebih dari itu adalah secara visual bisa dengan jelas menunjukkan status sosial penggunanya. Bersamaan dengan itu popularitas sepatu flat juga menurun. Sejak awal kehadirannya bersamaan dengan kebutuhan manusia terhadap alas kaki, untuk pertama kalinya di abad 15 sepatu flat tersisihkan.
Periode III. Abad 18 - 2015
Awal abad 18 yang ditandai dengan timbulnya revolusi Perancis tahun 1789 adalah momentum kembalinya sepatu flat. Popularitas sepatu hak tinggi selama kurun waktu abad 17 dan 18 yang sebelumnya dianggap menjadi identitas dan ukuran bagi kalangan kerajaan dan kaum bangsawan, pada awal revolusi Perancis itu justru dianggap sebagai lambang aristokrasi dan penindasan dari kaum bangsawan.
Kembalinya kejayaan sepatu flat bersamaan dengan saat Marie Antoinette melangkah ke panggung guillotine pada tahun 1793. |
Sampai klimaksnya pada tahun 1793, Marie Antoinette melangkah ke panggung guillotine dengan masih mengenakan sepatu hak tinggi, momentum itu secara simbolis dianggap sebagai berakhirnya dominasi sepatu hak tinggi. Sepatu flat pun kembali populer, tetapi masih tetap sebagai flat dengan definisi awalnya, yakni tanpa hak sama sekali.
Menjelang abad 20 di saat teknologi mengalami perkembangan yang sangat cepat, dunia fashion juga mengalami perkembangan yang sama cepatnya. Sepatu flat tidak lagi bisa dominan seperti sebelum abad 15, kini flat tidak hadir sendirian. Pada awal abad 19 flat shoes harus berhadapan dengan kompetitor kelas berat : Stiletto. Belum sampai setengah abad, tepatnya pada tahun 1936 disusul oleh kehadiran Wedges yang dipopulerkan oleh Salvatore Ferragamo.
Menjelang dimasukinya abad 21 sepatu flat tidak hanya ketinggalan oleh para kompetitornya, dibandingkan dengan berbagai submodel dan style high heels, sepatu flat tetapi bahkan dianggap tidak modis. Satu-satunya kelebihan flat dibandingkan dengan para kompetitor adalah kenyamanan dan keamanan yang bisa diberikan kepada penggunanya.
Sementara itu dunia medis juga mengalami perkembangan yang cukup pesat, antara lain ditandai dengan semakin banyaknya dilakukan penelitian mengenai pengaruh berbagai produk terhadap kesehatan manusia. Salah satu penelitian dilakukan pada sepatu flat, ternyata dari beberapa penelitian memberikan kesimpulan bahwa ternyata pemakaian sepatu flat yang tidak memiliki hak sama sekali dalam jangka waktu yang lama juga bisa membahayakan kesehatan, meski tidak seekstrim high heels.
Hasil penelitian itu bisa diartikan menyudutkan keberadaan flat yang sudah terpuruk. Atau sebaliknya, menjadi titik balik kebangkitan flat shoes dengan lebih dulu mengubah definisi flat sebagai sepatu hak rendah. Memiliki hak dengan ketinggian wajar sehingga bisa mendistribusikan berat badan pemakainya secara merata ke seluruh permukaan telapak kaki bisa menjadi keunggulan flat shoes.
Definisi tersebut tidak akan mengundang polemik, terutama jika membandingkan flat versi baru tersebut dengan Kitten heels. Secara visual perbedaan itu akan nampak sangat tajam, karena Kitten heels umumnya dirancang dengan ketinggian mendekati batas maksimalnya sebagai low heels, yaitu setinggi 2 inci atau sekitar 6,35 Cm. Selain itu bentuk heels milik Kitten lebih mirip dengan Cone high heels yang ditekan atau dimampatkan. Sementara penambahan ukuran tinggi di bagian tumit sepatu flat, nyaris tidak kelihatan dan mengikuti bentuk seat heels.
Periode IV. 2015 - seterusnya :
Era Flat dengan definisi baru, yakni “sepatu hak datar yang tidak datar” atau “sepatu tanpa hak dengan hak rendah” adalah sepatu flat yang lebih sempurna. Dari aspek kesehatan jelas memiliki keunggulan dibandingkan dengan high heels. Justru dengan definisinya yang baru, kini flat juga memiliki kelebihan baru. Jika semula hanya memberikan kenyamanan dan keamanan, kini ditambah dengan kesehatan.
Sedangkan mengenai desainnya, dalam fashion show yang biasa digelar menjelang akhir tahun di beberapa kota yang menjadi tolok ukur fashion dunia seperti New York, London, Paris dan Milan khususnya dalam tiga tahun terakhir, sepatu flat ditampilkan dengan design yang semakin elegan dan revolusioner di antara beragam jenis dan model sepatu yang diperagakan para model kelas dunia. Meskipun belum seluruhnya tampil sesuai dengan definisi yang barunya. Pelahan-lahan tetapi pasti, Kenyamanan - Kenyamanan - Kesehatan akan menjadi prinsip flat shoes untuk berhadapan sejajar dengan para kompetitornya dan menghantarkannya menjadi sepatu wanita masa depan
No comments:
Post a Comment